Sunday, February 18, 2007

Traning Nikmat

Marketing menurutku bersaudara dengan rayu merayu customer, yah si cewek
tadi juga bisa tergolong customer. Anyway, Anne adalah orang kesekian yang
masuk perangkap ilmu marketing versi 02 (versi 01 adalah customer
beneran). Anne gadis berkulit putih berusia 23 tahun, lulusan universitas
ternama, tinggi 167, berat 50, (buset, kapan gue ngukurnya ya). Ukuran bra
gak hapal, karena sebetulnya aku lebih terkonsentrasi dengan yang di balik
bra itu. Mojang Bandung ini kukenal dalam sebuah training di Puncak,
Bogor. Dia dari sebuah perusahaan Periklanan di seputaran Sudirman Jakarta
dan aku dari perusahaan konsultan Manajemen di sekitar Casablanca, juga di
Jakarta. "Hai Anne, tadi kulihat kamu ngantuk ya?" kataku ketika rehat
kopi sore itu di sebuah training yang kuikuti. "Iya nih, gue ngejar
deadline 2 hari dan boss langsung nyuruh ke training ini" katanya. "Kemari
dengan siapa?" kataku menyelidik "Sendiri.., napa, elo diantar ama bini
ya?" Buset dah ketahuan nih gue udah punya bini. "Ah, enggak, gue sama
Andre.. tuh.." kataku sambil menunjuk Andre yang sedang asyik ngobrol
dengan peserta lain. "Lo sendiri kok gak ngantuk sih?" "Gimana bisa
ngantuk sebelah gue ada cewe cakep, hehehe.." "Ah, masa? Siapa?" Ye, pura
pura dia, pikirku. "Itu tuh, yang tadi ngantuk.." "Ah, sialan lo.." sambil
tangannya mencubit lenganku.

Usai sesi yang melelahkan sore itu, kami kembali ke kamar masing masing.
Aku antar dia sampai pintu kamarnya dan janjian ngobrol lagi sambil makan
malam. "Hmm..elo kok nggak bawa jaket An?" kataku ketika dia kulihat agak
meringkuk kedinginan di meja makan. "Iya nih, buru buru.. kelupaan" "Aku
masih punya satu di kamar, biar aku ambilkan" "Oh, gak usah John.. toh
cuma sebentar.." Tapi aku keburu pergi dan mengambilkan baju hangatku
untuknya. "Thanks, John.. elo emang temen yang baik" katanya sambil
mengenakan sweater. Aku membayangkan seandainya aku jadi sweater,
heheheh.. Usai makan nampaknya dia buru buru ingin masuk ke kamar. Anne
tidak menolak ketika aku menawarkan mengantarkannya. Di depan pintu kamar
dia malah menawarkan aku masuk, pengen ngobrol katanya. Alamak, pucuk
dicinta ulam tiba. Aku pura pura lihat jam.

Masih jam besar 20.15. "Lain kali aja deh, gak enak kan ntar apa kata
teman teman" kataku agak nervous tapi dalam hati aku berdoa, mudah mudahan
dia tidak basa basi. "Cuek aja John, kita kan ada tugas bikin outline.."
Memang kebetulan aku dan Anne satu group dengan 3 orang lainnya, tetapi
tugas itu sebetulnya bisa dikerjakan besok siang. Akhirnya aku masuk,
duduk di kursi. Anne menyetel TV lalu naik ke ranjang dan dengan santai
duduk bersila. "Gimana An, kamu udah punya gambaran tentang tugas besok?"
kataku basa basi. "Belum tuh, males ah ngomongin tugas, mending ngobrol
yang lain saja" Horee.. aku bersorak, pasti dia mau curhat nih. Bener
juga. "John, gue jadi inget cowok gue yang perhatian kayak elo..sama bini
elo juga begitu ya?" "Yah, Anne.. biasa sajalah, sama siapa siapa juga
orang marketing harus baik dong, apa lagi sama cewe kayak elo.. hehehe.."
"Tapi gue akhirnya mengerti kalau cowo perhatian itu gak hanya punya satu
cewe, tul gak sih?" "Tergantung dong An, buktinya gue punya bini satu,
hahaha.." "Tapi kayaknya elo juga punya cewe lain.. ya kan?" "Kok tau
sih?" kataku pelan. Aku jadi ingat Vina mahasiswi yang minta bantuanku
menyelesaikan skripsinya dan akhirnya bisa tidur dengannya. Tapi sungguh,
aku tidak merusaknya karena aku mengenalnya dengan cara baik baik dan dia
tetap virgin sampai akhirnya menikah. "Stereotip saja, berbanding lurus
dengan keramahan dan perhatiannya" katanya lagi dengan senyum yang genit.
"Kenapa emang An, elo lagi ada masalah dengan cowo lo yang ramah itu?"
"Justru itu John, gue lagi mikir mau putus sama dia. Eh, sori kok malah
curhat.." "Santai aja An, setiap orang punya masalah dan banyak cara
menghadapinya" kataku seolah psikolog kawakan. "Gue melihat dia jalan ama
temen gue, dan kepergok di kosan temen gue itu" "Trus?" "Gue gak bisa
maafin dia.." "Ya, sudah mungkin kamu masih emosi saja, santai saja dulu
masih banyak pekerjaan. Toh kalau jodoh dia pasti pulang ke pangkuanmu.."
kataku. "Kadang gue pengen balas aja, selingkuh sama yang lain, biar
impas.." "Hmm.. tapi itu kan gak menyelesaikan?" "Biar puas aja.." Tiba
tiba dia menangis. Wah gawat nih, pikirku. Aku mendekat dan berusaha
membujuknya. Lalu entah bagaimana ceritanya aku sudah memeluknya. "An,
jangan nangis, entar orang orang pada dengar" Bukannya mereda, tangisnya
malah makin keras. Kudekap dia sehingga tangisnya teredam di dadaku.
Jantungku berdebar tak karuan. Telunjukku menyeka air matanya. Kupandangi
wajahnya. Bodoh amat nih cowoknya, cewe cakep begini kok disia siakan
pikirku. Dan tanpa sadar aku mencium pipinya, dia melihatku dengan mata
sayu lalu tiba tiba Anne membalas dengan kecupan di bibir. Wah, seperti
keinginan gue nih, pikirku dalam hati. Dan seperti kehilangan kontrol
akupun membalas menghisap bibir mungil yang harum dan merekah itu. Anne
membalas tidak kalah hotnya. Napasnya terengah engah tanda napsunya mulai
naik. Dengan lembut kutidurkan dia. Dan dengan lembut pula tanpa kata
kata, dari balik sweater aku sentuh kedua bukit kembar menantang itu. Anne
mendesis desis. "Terus John, perhatian elo bikin gue jadi wanita.."
"Tenang sayang, wanita seperti kamu memang pantas diperhatikan.. hmm?"
Seperti minta persetujuannya, perlahan aku angkat sweater dan tshirtnya.
Sekarang kedua bukit kembarnya terbuka. Buset dah, putingnya sudah
menonjol keras dan tak ada waktu lagi untuk tidak menyedotnya. Aku memang
paling hobby menetek dan menghisap benda terindah di dunia ini. Anne terus
mendesis desis.

Tangannya juga sudah menggenggam senjataku yang mulai mengeras. "Uh..
ahh.. uh.." "Anne.. tubuhmu indah sekali.." Kataku memuji seperti halnya
memberi pujian kepada customer perusahaanku. "Ayo, John.. jangan dilihat
saja, aku rela kamu apakah saja.." "Iya, sayang.." kataku, sambil tanganku
merogoh bagian depan celana jinnya. Tangannya membantu membuka retsileting
dan dengan cepat Anne sudah terlihat dengan CD warna kremnya. Hmm, seksi
sekali anak ini, pikirku. Hmm..dari balik CD-nya terlihat bulu bulu halus
dan hitam legam. Uh, aku sudah tidak sabar lagi namun dengan tenang aku
mengelusnya dari luar. Anne menggelijang, matanya terlihat saya menahan
gejolak. Perlahan kuturunkan CD-nya. Uh, sodara sodara, tercium aroma yang
sangat kukenal, dia pasti merawat benda yang paling dicari semua laki laki
ini dengan baik. "Anne.. boleh aku cium?" bisikku pelan. Anne mengangguk
lemah dan tersenyum. Perlahan Anne merenggangkan kedua kakinya. Pasrah.
Dengan kedua jariku, kubuka vaginanya dan terlihat klitorisnya yang merah
merekah. Basah. Sungguh indah dan harum. Kujulurkan lidahku di sekitar
pahanya sebelum mencapai klitorisnya. Anne mendesis desis dan mulai
meracau dan terlihat seksi sekali. "Ayo, John.. jangan buat gue tersiksa..
terus ke tengah sayang.." Aku malah menjilat bagian pusernya membuat dia
uringan uringan dan makin bernafsu. Bermain sex memang perlu teknik dan
kesabaran tinggi yang membuat wanita merasa di awang awang. "Johnn.. gila
lo, ke bawah sayang.. please.." "Hmm.. iya nih, gue emang udah gila
melihat memek yang indah ini sayang" kataku terengah engah. Akhirnya
lidahku hinggap di labia mayoranya. Kusibak dengan lembut rimbunan hutan
yang sudah becek itu. Kuhurip cairan yang meleleh di sela selanya.
Kelentitnya kuhisap seperti menghisap permen karet. Akibatnya pantatnya
terangkat tinggi dan Anne menjerit nikmat. Lidahku terus merojok sampai ke
dalam dalamnya. Kuangkat pantatnya dan kupandangi, lalu kusedot lagi. Anne
berteriak teriak nikmat.

Aku jadi kuatir kalau suaranya sampai keluar. Kupindahkan bibirku ke
bibirnya. "Tenang sayang, perang baru dimulai.." Kataku berbisik. Ia
mengangguk dan perlahan aku putar posisi menjadi 69. Posisi yang paling
aku sukai karena dengan demikian seluruh isi memeknya terlihat indah.
Batangku juga sudah terbenam di bibirnya yang mungil dan terasa hangat
serta nikmat sekali. Kutahan agar aku tidak meletus duluan. "Punya kamu
enak John.." Pujinya layaknya memuji Customer. "Iya, sayang punya kamu
lebih enak dan baguss sekali.." kataku terengah engah. "Uh, becek
sayang.." Aku lanjutkan menjilat seluruh permukaan memeknya dari bawah.
Uh, benar pemirsa, siapa tahan melihat barang bagus dan cantik ini. Yang
luar biasa, aku yakin dia masih perawan. Bentuk kemaluannya menggelembung
dan benar benar seperti belum pernah tersentuh benda tumpul lain. "Anne..
kamu masih perawan sayang.." "Iya, John.. gue belum pernah.." "Iya, kamu
harus jaga sampai kamu menikah.." "Gue gak tahan John, cepetan sayang.."
Sungguh, meski banyak kesempatan aku belum pernah berpikir memerawani
cewek baik seperti Anne ini, kecuali istriku. Wanita yang kutahu sedang
stress dan sedang mencari pelarian sesaat ini harus ditenangkan. Akan
buruk akibatnya ketika dia sadar bahwa keperawanannya diberikan kepada
orang lain yang bukan suaminya. Aku percaya jika sudah mencapai orgasme
dia justru akan berterima kasih dan menginginkannya lagi. Kembali
kujelajahi kemaluannya. Cepat cepat aku jilat berulang ulang klitorisnya.
Dan sodara pemirsa, apa kataku, pantatnya tiba tiba menekan keras wajahku
dan mengejang beberapa kali..lalu mengendur. "Uuhh.. gue nyampe Johnn..
aahh.. uhh.. uhh.." Masih dalam posisi 69, Anne terdiam sesaat, kulihat
kemaluannya masih merekah merah. Perlahan ia mulai bangkit dan mngecup
bibirku. "Sorry sayang, gue duluan.." "No problem Anne.. kamu merasa
mendingan?" Ia mengangguk, memelukku dan mencium bibirku. "Terima kasih
John, elo emang hebat.." "Iya nih, Ann, gue minta maaf jadi telanjur
begini.." "Gak Papa kok, gue juga senang.." Kami mengobrol sebentar namun
tangannya masih menyentuh nyentuh batangku.

Ia mengambilkanku minuman dan menyorongkan gelas ke bibirku. Ketika
tegukan terakhir habis, bibirku perlahan mengulum bibirnya. Putingnya
mulai mengeras dan aku mulai aksi sedot menyedot seperti bayi. Anne
kembali menggelijang. Aku bisikkan perlahan, "Anne.. gue pengen
menggendong kamu sayang". "Hmm..mulai nakal ya.." katanya dan merentangkan
tangannya. Aku peluk dan angkat dia lalu kusenderkan ke dinding dekat meja
rias. Dari balik cermin kulihat pantatnya yang montok dan mulus itu,
membuat gairahku meledak ledak. Dengan posisi berdiri, tubuhnya sungguh
seksi. Aku perhatikan dari atas ke bawah, sungguh proporsional tubuhnya.
Segera kusedot putingnya dan jariku sebelah kiri segera mengelus rimbunan
hutan lebatnya. Basah, hmm..dia mulai naik lagi. Klentitnya kupilin pilin
pelan dan Anne mendesis seperti ular. Making love sambil berdiri adalah
posisi favoritku selain 69.

Perlahan sebelah kakinya kuangkat ke kursi pendek meja rias dan
terlihatlah belahan memeknya yang merah merekah, indah dan seksi sekali
Kuturunkan kepalaku dan segera kutelusuri paha bawahnya dengan lidahku.
Dari bawah aku lihat wajahnya mendongak ke atas menahankan nikmat. Sungguh
saat itu Anne kelihatan sangat seksi. Sebelum lidahku mencapai
kelentitnya, aku sibakkan labia mayoranya dengan kedua Ibu jari. Hmm..
sungguh harum. "Cepat John.. gue udah gak tahan.. jilat sayang.. jilat.."
Benar benar nikmat melihatnya tersiksa, namun sebetulnya aku lebih
tersiksa lagi karena batangku sudah mengeras bagaikan batu. Aku nyaris tak
bisa menahan klimaks, namun aku harus membuatnya orgasme untuk kedua
kalinya. Benar saja, begitu lidahku menyedot klitorisnya, Anne langsung
mengejang dan berteriak pertanda orgasme. Kusedot habis cairannya.

Luar biasa, aku menikmati ekspresinya ketika mencapai orgasme dan itu
jugalah puncak orgasmeku. Cepat aku berdiri dan aku tekan batangku ke sela
sela pahanya dan seketika muncratlah semua. crott.. crott..! Wuahh.. "Oh
John, kita keluar bersamaan sayang.." "Iya, enak banget An.. elo membuat
gue gila.." "Sama.., gue berterima kasih elo menjaga gue.." "Gue sayang
kamu An.." ***** Pemirsa, begitulah ceritanya. Tak selamanya seks harus
membobol gawang. Setelah kejadian itu Anne makin ketagihan. Dia sangat
terkesan bisa mencapai orgasme tanpa merusak keperawanannya. Dia juga
menyukai posisi 69 dan posisi berdiri yang bisa mirip 69. Kadang kadang
aku datang ke kantornya dan hanya dengan mengangkat roknya aku menjelajahi
area area sensitifnya secara cepat dan efisien. Dan pada saat yang sama
aku juga mencapai orgasme. Masih ada Vina dan Dina yang ketagihan seperti
Anne. Aku selalu bilang pada wanita wanita berpendidikan itu bahwa suatu
saat mereka akan menikah dan aku berjanji tidak akan memerawaninya.
Cukuplah 69!

Monday, February 12, 2007

rita janda cantik

Siang itu hp-ku berdering dari nomer yang tidak aku kenal dan ketika kuangkat terdengar suara seorang wanita "Halo mas Adhie, apa kabar? kok lama gak ada kontak2 aku sih?", karena tidak mengenali suaranya, akupun menanyakan "Aku baik2 saja, sorry dengan siapa ini?". "Ini Rita mas, wah udah lupa ya sama Rita? jawabnya. Aku jadi ingat Rita, dia seorang janda berusia 35 tahun dengan anak 2. Aku mengenalnya ketika ia masih menjadi istri simpanan kenalanku seorang pejabat bank milik pemerintah, pada saat itu usianya baru sekitar 20 tahun. Baru2 ini aku bertemu dengan Rita kembali pada saat aku dan istriku hendak mengambil raport anak kami yang kebetulan sekelas dengan anak Rita yang besar. Untuk menghindari kecurigaan istriku, pada saat bertemu aku hanya mengangguk tersenyum sambil mengedipkan mata. Untungnya Ritapun memahami dengan tidak mengajakku berbicara sehingga istriku tidak menaruh curiga.
"Hei kok mas Adhie diam aja?, hayo sedang mikir apa....jorok ya?" sapanya lagi ditelepon yang mengagetkan aku. "Gak kok Rit, cuma sedang ngebayangin kamu aja, kok kamu tambah oke sekarang" candaku yang disambut derai tawanya yang renyah. "Mas kantornya masih disana khan?, mampir kerumah kapan2 mas" katanya sambil menyebutkan alamat rumahnya yang memang sering aku lalui apabila hendak kekantor. "Rita udah dicerai 2 tahun yang lalu lho mas" katanya lagi. sebetulnya aku sudah mengetahui itu karena keluarga kenalanku bekas suaminya sempat heboh ketika mengetahui sisuami/bapak mempunyai istri simpanan. Kamipun ngobrol ditelepon panjang lebar diselingi humor2 sedikit berbau sex yang kadang ditanggapi Rita sambil berkata "Wah kalo ngobrolnya begini, yang repot Rita mas, gak ada pelampiasan,kalo mas Adhie sih enak", aku tertawa mendengar itu dan berjanji akan mampir rumahnya.
Keesokan harinya karena kebetulan supirku tidak masuk karena ijin menengok orang tuanya yang sakit dikampung, pada perjalanan menuju kantor aku membelokkan mobilku kealamat rumah Rita. aku berpikir tidakada salahnya mampir sebentar dirumah Rita. Setibanya didepan alamat rumah yang diberikan Rita, aku melihat Rita sedang berbelanja sayur didepan pintu pagar rumahnya. Akupun memarkir mobilku dan dari dalam mobil memperhatikan Rita sambil menunggu dia selesai berbelanja sayur. Rita mengenakan daster yang longgar dan terlihat rambutnya dibungkus handuk sehingga aku tau dia baru saja selesai mandi. Setelah selesai berbelanja dan tukang sayur sudah menjauh, akupun memajukan mobilku dan memarkir didepan pagar rumahnya. Ketika aku turun dari mobil dan menghampiri pintu pagar, Rita terhenyak kaget melihatku "Eh mas Adhie, kirain siapa. Wah sorry mas Rita sedang berantakan habis mandi dan belanja nih, maklum kedua pembantu sedang pulang kampung" katanya sambil mempersilahkan aku masuk. Akupun masuk dan duduk diruang tamunya yang meskipun tidak terlalu besar tetapi tertata apik dan berseni. Rita permisi meninggalkan aku untuk meletakkan belanjaannya didapur. Sambil menunggu aku melihat-lihat koleksi foto yang terpampang didinding ruang tamu yang kebanyakan adalah foto2 Rita yang memang dulu pernah menjadi seorang foto model. Membandingkan Rita sekarang dengan foto2 yang terpampang, tidak banyak berubah, aku rasa karena Rita yang ada darah Aceh dan Betawi rajin merawat tubuh dan senam. Rita kembali keruang tamu dengan membawa 2 minuman hangat, ketika melihatku sedang memperhatikan koleksi fotonya, dia berkata "Itu hanya sebagian foto2 Rita mas, yang keren2 Rita pasang dikamar", "Keren gimana Rit?, ini saja menurutku sudah oke2 tuh" sahutku. "Wah kalo liat yang dikamar bisa bengong nanti mas Adhie" katanya lagi sambil tertawa dan duduk disofa didepanku. Rita sudah melepas lilitan handuk dikepalanya tapi tetap menggunakan daster, terus terang Rita terlihat sangat cantik dengan rambut terurai basah. Belum lagi daster tipisnya yang kadang menerawang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang aduhai, apalagi ketika meletakkan minuman yang otomatis dia menundukkan tubuhnya aku dapat melihat belahan dada nya dengan jelas karena Rita tidak mengenakan BH dibalik dasternya, pemandangan sensual itu langsung membuatku horny dan kontolku langsung mengeras. "Belanja sayur tadi murah ya Rit?" tanyaku bercanda, "Abis yang belanja cantik dan sexy sih", "Ah mas Adhie bisa aja" katanya tersipu dan mukanya merona merah menambah cantik wajahnya. kemudian Ritapun bercerita tentang kasusnya, dimana istri pertama suaminya pernah mendatangi rumahnya yang menyebabkan keributan. Karena kasus itu suaminya mendapat tegoran keras dan harus menceraikan Rita. Aku melihat airmatanya menggenang dipelupuk matanya ketika menceritakan itu, dan Rita menghapusnya dengan tissue. Untuk mengalihkan pembicaraan yang membuatnya sedih berpikir, aku bertanya padanya "Emang foto2 kamu yang dikamar se-sensual apa sih Rit?". "Mau liat mas?, tapi janji ya jangan diketawain" jawabnya yang aku iyakan, kemudian dia mengajakku menuju kamar tidurnya untuk memperlihatkan koleksi fotonya. Berjalan dibelakang Rita dalam jarak yang dekat, aku dapat mencium bau harum sabun dari tubuhnya dan juga dengan jelas aku dapat melihat bongkahan pantatnya yang bergoyang ketika melangkah. Hampir saja aku tidak dapat menahan diri untuk memeluk tubuhnya dari belakang, untung aku masih menjaga image dengan menahan diri. Setibanya dikamar tidurnya, aku sempat terhenyak melihat sekitar sepuluh koleksi foto Rita berukuran setengah poster yang keseluruhannya artistik hitam putih. Istimewanya lagi keseluruhan foto tersebut memperlihatkan tubuh telanjangnya !!!. "Apa komentar mas Adhie?" katanya mengagetkanku yang bengong melihat koleksi foto2 tersebut. "Wah istimewa foto2 kamu Rit, gimana aslinya ya", sambil mencubit pinggangku Rita berkata "Ih....mas Adhie genit, masa mau liat aslinyaRita, udah tua nih aku mas". Karena dia tidak melepaskan cubitan dipinggangku, maka aku tangkap tangannya dengan sedikit menarik sehingga tubuh Rita tidak seimbang dan agak sempoyongan tubuhnya merapat ketubuhku yang secara refleks aku peluk. Memeluk ubuh Rita yang hanya dibalut daster tipis terasa sangat sensual, apalagi ketika diamenengadahkan wajahnya yang cantik berjarak sangat dekat dengan wajahku. "Eh mas, mau apa?. lepasin Rita mas" katanya dengan agak meronta dipelukanku. Karena sudah dipenuhi nafsu otakku, aku tidak melepaskan pelukanku, malah kemudian aku cium bibir indahnya dan kukulum. "Mmmmffff....jangggaaan...mass....inget....sss hhh" katanya sambil tetap meronta hendak melepaskan pelukan dan ciumanku. Dengan tinggi sekitar 163 dan berat sepandan, rontaan Rita tidak berarti bagiku yang tinggi 170/76. Sambil tetap mengulum bibirnya, aku mulai meremas bongkahan pantat sexynya dan agak sedikit kuangkat keatas dan merapat ketubuhku."Mmmmmm.....masss....ssshhhh" gumamnya yang kini sudah tidak meronta lagi malahan membalas ciumanku. Kumasukkan lidahku kemulutnya yang langsung disambut dengan hisapan pada lidahku, kemudian dia berusaha memasukkan lidahnya kemulutku yang juga langsung kuhisap kuat2. Tanganku yang tadinya mermas pantatnya, kini sudah mulai meraba pahanya yang mulus sambil menyingkapkan dasternya, ketika tanganku sampai diselangkangan yang dibungkus celana dalam tipis, kuusap2 belahan memeknya yang membuatnya menggelinjang dan makin bernafsu menciumku. Aku selipkan jariku melalui pinggir celana dalamnya untuk menyentuh memeknya dan dengan lembut aku kork dan raba, sementara ciumanku aku turunkan kelehernya kemudian turun kedadanya. Dari bali daster yang dikenakan, kuciumi teteknya yang berukuran 36 dan wooww...masih kencang, lalu aku hisap putingnya dari balik daster yang dikenakannya. Sensasi rasa puting yang kuhisap dengan kain dasternya dimulutku membuatku makin bernafsu, sementara terasa memeknya mulai basah oleh rabaan jariku. "Oooooooohhhhh.....maasss......enaaaakkk....trusss ss.... ...sayaaaang" katanya sambil meremas rambutku. Geli gesekan kain daster diputing teteknya berbaur dengan hisapan dan gigitanku membuatnya makin menggelinjang tidak karuan. Dengan cepat aku buka daster yang dikenakannya, begitu juga celana dalamnya sehingga kini Rita berdiri dalam keadaan bugil. Kuraih teteknya, kuremas remas dengan sedikit kasar sambil memilin putingnya yang membuat Rita menjadi liar. Lalu kuciumi kedua teteknya bergantian sebelum turun dan mulai menciumi selangkangannya. Dengan posisi jongkok diselangkangannya aku mulai menjilati memeknya. Rita dengan berdiri dan sebelah kakinya ditopangkan dipahaku agak sedikit mengangkang hingga memperlihatkan memeknya yang indah dan dicukur bersih. Ketika mulutku menemui klitorisnya, kujepit klitorisnya yang sebesar kacang kedelai dan sudah mengeras dengan bibirku dan aku hisap sambil menjilat klitorisnya sementara tanganku bermain dilubang anusnya. Kulihat Rita memejamkan matanya sambil meremas remas kedua teteknya sendiri sambil menggoyangkan pinggulnya mengimbangi jilatanku dimemeknya."Sssssssshhhhhhh.........puaaaassssiiin nn Ritaaaa...masssss......aggghhhh....ohhhh....mauuuu u... kluarrrr" dan sambil tubuhnya meregang, Rita menjepitkan kedua pahanya dikepalaku yang membuatku agak sulit bernafas dan kemudian terasa cairan memeknya dilidahku bertambah banyak, Rita sudah kliamaks. Setelah terdiam sejenak, Rita sambil tersenyum menarik tubuhku, melepas pakaian yang kukenakan sambil menciumi wajahku kemudian setelah aku telanjang bulat membimbingku rebah ditempat tidur. "Sekarang giliran Rita ngerjain mas Adhie" katanya sambil mengecup kepala kontolku yang tegak gagah bediri pada posisiku yang telentang. Perlahan Rita menjilati batang kontolku naik dan turun sambil sesekali mengecup kepala kontolku. Rasa geli dan nikmat tak terhingga ketika Rita dengan lidahnya menelusuri urat yang menonjol dikontolku. Apalagi ketika dia membuka lubang kencingku denganlidahnya kemudian menghisap kuat2..."Aggggghhhhh.....seddddaaaap......ayooooo. .. isap.... kuattttt...anjiiiingggggg....", seperti biasa pada aku mengeluarkan kata2 kotor dan kasar.Sluuuurp....sluuurp....suara mulut Rita mengulum kontolku karena dengan sengaja dia mengeluarkan banyak ludah pada saat mengulum kontolku, aku merasa sensasi yang hebat."Jilatiiiin...kontollllkuuu....sebeluuum akuuu...entotin...memekkkkmuuuuu...bangsaaaat" teriakku liar sambil menarik tubuhnya dan meposisikan kami 69 lalu aku kembali menjilati memeknya selagi Rita asyik mengerjai kontolku dengan nikmat. Lidahku kusapukan keseluruh permukaan memeknya kemudian mengitari lubang anusnya sebelum kembali kememeknya dan menghisap kuat2 klitorisnya. Saking nikmatnya Rita sempat menghentikan kulumannya dikontolku sambil mendesis "SSsssshhhh...oooohhhh" ketika klitorisnya aku gigit2 kecil. "Aku sudah gak tahan mas" katanya sambil bangkit dan berjongkok dengan membelakangiku kemudian sambil memegang batang kontolku perlahan-lahan dia menurunkan pinggulnya memasukkan kontolku keliang senggamanya yang terasa sangat sempit karena cukuplama tidak dijamah kontol lelaki. Saking semptnya beberapa kali Rita berhenti sebelum melanjutkan memasukkan kontolku.Kudengar dia agak merintih mungkin terasa perih dinding memeknya dimasuki kontolku setelah semua kontolku masuk "Heeek...oooohhh....penuh memekku massss" rintihnya. Lalu Rita mulai menunggangikontolku, menaik turunkan, memutar pinggulnya dengan liar. "Aggghhhhh....enaaaakkkk...bangettttttt...masssss. . sssssshhhhh."desisnya sambil menggoyangkan pinggulnya dengan liar. karena posisi duduknya membelakangi aku ketika menunggangi kontolku, kadang aku bangkit mencium punggung dan leher belakangnya sambil meremas teteknya dari belakang dengan gemas. Kedengaran Rita agak kesakitan ketika kuremas kasar teteknya "Addduuuhhhhhhh.......terusss....sakitinnnnn ....akuuuu...massss" teriaknya yang rupanya Rita suka sex kasar. "Teruuussssss........entottttiiiin kontollllkuuu....bangsaaaattttt" gumamku sambil kadang menaikkan pantaku untuk menemui goyangan pinggulnya. Dan "Adddddduuuuhhhhh.....akuuuu...keluuuuaaaarrrr .. ..sayaaaaang" teriaknya sambil mempercepat goyangan kemudian terasa dinding memeknya makin keras menjepit batang kontolku dan serasa batang kontolku disiram cairan didalam memeknya. Setelah klimaks yang kedua, Rita terdiam sambil menghela nafas panjang menikmati klimaksnya pada posisi menduduki kontolku yang masih keras didalam memeknya. Tanpa melepas kontolku didalam memeknya, aku dorong tubuhnya sehingga Rita pada posisi menungging, lalu dengan ganas dan liar kugenjot Rita pada posisi doggie style.Sambil kuciumi punggung, leher dan belakang telinganya aku terus melanjutkan genjotan kontolku dimemeknya."Aaaaagggghhh.........terussssss....mas ssss... .genjoooottt...yanggggg.....dalaaaam...entotinnnnn akuuu ...masss" teriaknya ketika ia kembali terngsang birahinya oleh genjotan dan ciumanku. Kadang rambut indahnya aku tarik kasar sambil menepuk kedua pantatnya "Yeeeeahhhh.....rasaaaaiiin...kontollllkuu....pela cuuuurrrrkuuu" bentakku dengan semakin memperkuat genjotanku. Rupanya Rita sangat suka dengan perlakuan dan kata2 kasarku "Yaaaaaaa........akuuuu....pelacuuuurmuuu......ent oooot akuuu dalammmm ...dalaaaam" ujarnya sambil memaju mundurkan pantatnya mengimbangi entotanku. Puas dengan posisi doggie style, aku balikkan tubuhnya dan mengangkat kedua kakinya kepundakku kemudian kembali memompa memeknya sambil meremas kasar teteknya. Putingnya kupilin-pilin dan tarik yang membuat Rita agak kesakitan tapi nikmat "Yeeeeeaaahhhh.........aggghhhh....ssshhhhh" desisnya. "Masssss....Ritaaaa....gakkkk...tahaaaannn....mauu uu.. .kluaaaarrrrr... lagiiiiiiii", "Iyaaaaaa....babiiiii.....ayyyyoooo....bareeengggg g....akuuu jugaaaaa..." kataku ketika kurasa aku akan mengeluarkan spermaku. Pompaanku makin cepat dan dalam, sementara dinding memeknya kembali menjepit keras kontolku...dan...croooooot....crooooot akupun mengeluarkan spermaku didalam memeknya sementara Rita secara bersamaanpun kembali klimaks.
Setelah klimaks kami terdiam berpelukan sambil mencoba mengatur nafas kami yang tidak beraturan."Maaf ya Rit, aku khilaf. Abis kamu sih sexy dan cantik" kataku kemudian sambil mengecup lembut bibirnya, "Ooh gak apa2 mass, terimakasih mas sudah menolong Rita dengan memuaskan Rita. Lagian baru sekali ini Rita merasa betul2 puas, suami Rita dulu gak bisa muasin Rita mas" jawabnya sambil membalas kecupanku.
Setelah membersihkan diri dikamar mandi, aku berpakaian dan pamit kekantor. Sebelum keluar dari rumahnya aku sempat mencium wajah cantiknya, dan kami berjanji untuk mengulangi lagi bila ada kesempatan.
Demikian kisahku dengan seorang janda cantik. Sampai kini aku paling suka dengan wanita matang setengah baya.

Bonus Mengikuti Kursus

Saya bekerja sebagai staf di bidang adminstrasi perusahaan dan menangani arsip-arsip perusahaan yang semakin hari semakin menumpuk saja. Seiring dengan perkembangan tersebut diadakanlah training kearsipan bagi karyawan-karyawan yang menangani arsip-arsip perusahaan supaya ada kesatuan persepsi dan model yang akan dipakai dalam penanganan arsip, sehingga memudahkan dalam pencarian kembali arsip yang telah lalu, maupun menyeleksi arsip-arsip yang akan dimusnahkan supaya tidak memenuhi gudang.

Ketika saya ditugaskan untuk mengikuti kursus tersebut, saya langsung menyatakan setuju. Saya merasa beruntung ditunjuk untuk kursus kearsipan tersebut, karena selain tidak masuk kantor juga bisa "refreshing" menyegarkan badan dan otak yang sehari-hari hanya bergelut dengan kertas dan kertas. Kursus diadakan selama 2 minggu dan menginap di subuah penginapan di kawasan Kaliurang, suatu tempat rekreasi yang sejuk di kaki Gunung Merapi.

Kursus kearsipan diikuti sekitar 30 orang laki dan perempuan, umurnya berkisar antara 22 sampai 36 tahun, jadi masih muda-muda dan penuh semangat. Ada yang sudah berkeluarga, ada juga yang baru punya pacar. Walaupun kami dalam satu group perusahaan, namun karena jarang bertemu, terlebih yang dari luar kota, ya kebanyakan dari kami belum saling kenal, hanya satu dua orang saja yang sudah saling kenal.

Hari pertama kursus diadakan acara perkenalan dari masing-masing peserta untuk menyebutkan nama, alamat, asal sub perusahaan/kerja dibagian apa, dan sebagainya sampai soal status keluarga, anak serta suami ataupun istri. Setelah istirahat siang, untuk lebih dapat menghafal nama serta lebih kompak dalam kerjasama peserta diadakan kegiatan dinamika kelompok dan dilanjutkan acara Outward Bound selama 2 hari penuh.

Dalam dua hari tersebut hampir semua peserta sudah saling kenal satu sama lain, bahkan ada yang tampak akrab. Ketika acara istirahat siang mereka sudah pada ngobrol satu sama lain, saling curhat, saling mencari "jodoh" masing-masing. Dan pada malam kedua itu kelihatannya mereka sudah saling akrab bahkan hampir dari semua peserta pada malam itu sesudah pelajaran selesai kira-kira pukul 21. 30 WIB mereka memutuskan untuk jalan-jalan keliling sekitar penginapan sampai ke Gardu padang untuk melihat pemandangan alam di sekitar Gunung Merapi malam hari. Dan sungguh menakjubkan, pada malam terang bulan itu Merapi terlihat indah, gagah, namun menyimpan rahasia alam yang tak dapat diraba oleh panca indera.

Dalam perjalanan malam itulah saya mulai menemukan "jodoh" untuk diajak bincang-bincang secara dengan dekat atau curhat bahasa populernya. Sebut saja teman saya tadi Wiwik. Masih muda sekitar 25 tahun, belum kimpoi katanya, namun sudah punya pacar.
"Pacarku itu lho Om (begitu dia panggil saya) yang antar aku ke sini tempo hari".
"Oh, yang antar kamu tempo hari to Wuk" sahutku.
Hari-hari selanjutnya semakin akrab aku memanggil dia dengan panggilan Wuk, dan dia memanggilku dengan Om.
"Kok, panggil aku Om, gimana sih?" godaku.
"Gini Om, soalnya dari perkenalan kemarin, Om umurnya sudah sebaya dengan umur Pak Lik atau Paman saya, jadi ya kupanggil saja Om. Nggak apa-apa kan?" sahutnya.
"Oh, begitu to, oke deh" sahutku pula.

Pada Ju'mat pertama, saya coba ajak Wiwik untuk jalan-jalan setelah akhir pelajaran. Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 22. 00 WIB.
"Wuk, belum ngantukkan?" tanyaku.
"Belum Om, ada apa?" Wiwik balas bertanya.
"Yuk, kita jalan-jalan ke gardu pandang!" ajakku.
"Siapa aja yang akan kesana Om?" tanyaknya lagi.
"Aku nggak tahu, aku hanya ajak kamu jalan-jalan malam ini, kan besok malam Minggu diberi kesempatan pulang ke rumah masing-masing, jadi ini kesempatan malam terakhir minggu pertama untuk jalan-jalan. Kalau yang lain ada yang ikut aku nggak keberatan, kalau tak ada yang ikut pokoknya aku ajak kamu aja, mau kan?" aku coba merayu.
"Gimana ya Om?" dia agak ragu menjawab.
"Aku sih sebenarnya juga ingin jalan-jalan, tapi kalau hanya kita berdua gimana, ya, aku tak enak sama teman-teman yang lain", lanjutnya.
"Ya nggak usah dipikirkan, tuh mereka sudah membuat kelompok-kelompok sendiri!" sahutku pula.
Wiwik diam sebentar dan akhirnya memutuskan mau kuajak jalan-jalan malam itu, hanya berduaan saja.

Sepanjang jalan aku dan Wiwik ngobrol tentang keadaan kantor masing-masing, tentang keadaan alam, tentang keluarga, dan ngomong apa saja untuk menghilangkan kejenuhan selama perjalanan ke gardu pandang. Setelah jalan beberapa ratus meter melewati tanjakan dan tikungan tiba-tiba melewati tikungan yang cukup gelap karena lampu penerangan jalan yang mati.
Wiwik berhenti sebentar dan berkata" Om, gelap tuh jalan, gimana yuk balik aja".
"Balik, tanggunglah yau, kan gardu pandang tinggal beberapa puluh meter di depan, setelah tikungan itu kan?" sahutku.
"Iya tapi kan cukup gelap, aku agak takut" sahutnya pula.
"Nggak apa-apa, ada aku kok (gayaku sok berani), yuk terus!" sahutku sambil secara reflek menarik tangannya dan kugandeng terus melewati kegelapan.
Wiwik, terus mengikuti, malah memegangku semakin erat dan semakin dekat jaraknya tubuhnya dengan tubuhku. Tercium, bau parfum yang wangi dari tubuhnya. Hal ini semakin ingin aku menggandengnya lebih lama. Akhirnya aku dan Wiwik melewati jalan gelap sambil bergandeng tangan terus sampat tempat gardu pandang. Disana sudah ada beberapa pasangan muda-mudi yang juda duduk-duduk sambil memandang keindahan Gunung Merapi.

"Om, lepasin dong tangannya" pintanya.
"Oh maaf, ya Wuk, aku sampai lupa, habis hangat sih" godaku.
"Om, nakal, besuk kuberitahu lho istri om, biar dimarahi" sahutnya.
"Eh, ngancam, ya? Besuk juga kuberi tahu pacarmu, hayo" balasku pula.
Wiwik mencubit tanganku, namun secara cepat kupegang tangannya erat-erat dan kutarik tubuhnya mendekati tubuhku, kutarik lagi hingga tubuh kami berdua berdekatan.
"Ssst.. nggak usah ribut, nanti pada menengok dan melihat ke sini semua" bisikku di telinganya. Mata kami saling memandang, dan Wiwik pun tersenyum.
"Oke, Om, nggak usah lapor-laporan, ya" ucapnya pelan, kemudian aku pun membalas senyumnya.
"Iya deh, Oreo, setujukan?"
Akhirnya malam itu kami duduk-duduk untuk beberapa lama, ngobrol, sambil menikmati pemandangan dari gardu pandang, yang pada waktu itu Merapi telah diselimuti kabut cukup tebal.

Jarum jam telah menunjukkan pukul 23. 30 waktu setempat, hawa di pegunungan itu semakin terasa dingin, satu persatu, sepasang demi sepasang, mereka mulai meninggalkan gardu pandang. Aku pun mengajak turun Wiwik menuju tempat penginapan kami.
"Om, dingin sekali ya, Om dingin nggak? tanyanya.
"Ya dingin sahutku pula, gimana to? tanyaku pula.
"Nggak apa-apa kok, yok kita turun" lanjutnya. Tanpa berkata ba, bi, bu, ku gandeng tangan Wiwik, dia tak menolak, aku semakin berani untuk segera merangkulnya.
"Gimana Wuk? hangat kan? tanyaku.
"Om, nakal, besuk aku bilangan, sama istri Om" sahutnya.
"Eit, kita kan udah janji, Oreo-kan" kataku pula.
Akhirnya Wiwk diam saja kurangkul dan kudekap sepanjang perjalanan menuju penginapan, mungkin merasa hangat dan lebih tenang seperti yang kurasakan.
"Lepasin Om tangannya" katanya setelah terlihat penginapan yang tinggal beberapa puluh meter. Kulepaskan tanganku dan aku sengaja menyenggol bukitnya yang ternyata cukup besar. Wiwik hanya diam saja.
"Dah.. Wiwik.." kataku ketika kami berpisah dan menuju kamar masing-masing.
"Dah.. Om, nakal" sahutnya sambil tersenyum.

Sabtu sore itu kami diberi kesempatan untuk pulang mengengok keluarga masing-masing. Aku pulang sendiri, Wiwik dijemput oleh pacarnya, yang ternyata juga tidak begitu ganteng.
"Selamat jalan, ya, hati-hati" kataku sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman.
Wiwik pun menjawab "Terimakasih, Om, ini kenalkan, pacarku".
Aku pun terus bersalaman dan berkenalan dengan pacarnya.
"Sigit" katanya singkat.
"Yanto" jawabku singkat pula.
"Senang ya punya pacar cantik, kok diajak pulang sore ini, mengapa tak nginap di sini aja berdua, sekaligus bermalam minggu di sini. Kalau mau nanti aku mintakan izin sama panitianya. Aku kenal kok sama ketua panitia kegiatan ini" godaku pula.
Mereka berdua saling berpandangan dan tersenyum malu.
"Nggak usah lah yau, nanti ndak lupa daratan" sahut mereka berdua hapir bersamaan.
"Oke, kalau gitu selamat jalan, dan sampai jumpa" aku berkata demikian sambil melambaikan tangan. Mereka berdua pun melambaikan tangan, menghidupkan mesin motornya dan melesat turun ke kota.

Ketika aku masih bengong melihat Wiwik dengan pacarnya sudah melesat pergi, tiba-tiba dari belakang di tepuk pundakku oleh Pak Bandung, salah seorang panitia yang telah kukenal sebelumnya.
"Hayo! dik Yanto jangan bengong aja, dulu waktu muda kan pernah kayak gitu, ingat lho dik Yanto, anak dan istri telah menunggu dirumah untuk berakhir pekan" katanya.
Aku pun terkejut, "Oh, nggak apa-apa kok Pak, saya cuma setengahnya tidak percaya, itu lho gadis cantik kayak gito kok pacarnya biasa saja, nggak ganteng, kalau dipikir-pikir justru lebih ganteng saya to Pak" jawabku pula.
Dan sambil menghidupkan mesin aku langsung tancap gas turun gunung, mampir sebentar di warung pinggir jalan, membeli juadah tempe serta wajik untuk oleh-oleh anak istri yang telah menunggu di pondok mertua indah.

Senin pagi itu para peserta kursus telah berdatangan lagi untuk melanjutkan menimba ilmu kearsipan. Kulihat Wiwik juga telah datang dan tengah menikmati sarapan pagi yang memang telah disediakan oleh pihak panitia. Aku mendekat dan menyapa"Pagi Wuk, gimana kabarnya, gimana malam minggunya, asyikkan, saya tahu lho Wuk malam itu kamu tidak pulang ke rumah tapi entah bermalam dimana" kataku mencoba menebak-nebak sambil duduk didekat Wiwik yang lagi sarapan pagi.
"Ah, Om ini sok tahu, kalau ya terus mau apa, kalau tidak trus gimana" jawabnya agak ketus.
"Ya, nggak apa-apa, wong aku cuma bercanda, kok" aku balas menjawab.
"Gimana Wuk, nanti habis pelajaran malam kita jalan-jalan lagi, ya. Nanti jalan-jalan dengan route yang lain dengan kemarin, oke?" aku mengajak Wiwik.
Wiwik pun mengangguk tanda setuju.

Malam itu setelah pelajaran malam berakhir pukul 21. 30 kami berdua jalan-jalan mengelilingi taman parkir, gardu pandang, telogo nirmolo, dan akhir berhenti duduk-duduk karang Pramuka. Saat itu Wiwik memakai jaket tebal dan celana jeans ketat. Dalam keremangan malam terlihat bentuk kakinya yang indah sesuai dengan tinggi badannya.
"Dingin Wuk?" tanyaku membuka percakapan.
"Ya dingin, mana ada tempat di Kaliurang yang hangat" jawabnya.
"Ada saja" jawabku
"Dimana" tanyanya lagi
"Ya, disini" jawabku sambil aku menggeser pantatku dan duduk berdekatan dengannya.
"Dimana Om?" Wiwik pun bertanya lagi
"Ya.. disini, coba pejamkan mata sebentar!" perintahku.

Wiwik pun memejamkan mata. Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja.
"Dimana Om, ? dia bertanya lagi
"Disini" jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya.
"Om, nakal" Wiwik meronta tapi aku tetap meneruskan pelukanku bahkan semakin erat dan akhirnya perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan pelukanku bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan terus peluk, kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk mencium pipinya, mencium bibirnyanya. Dia ternyata menerima dan membalas ciumanku dengan hangat.
"Oh.. Om.." desahnya pelan
"Oh.. Wuk, cantik sekali kau malam ini" rayuku pula.

Tanganku selanjutnya menelusuri tubuh dibalik jaketnya yang tebal. Aku sedikit kaget karena Wiwik hanya memakai kaos "adik" (istilah kaos yang kekecilan sehingga ketiak dan pusar terlihat) singlet yang agak tebal.
"Nggak usah terkejut Om, aku sering melakukan ini dengan pacarku" bisiknya.
"Lho, katamu dingin, kok pakai singlet?" aku balas bertanya.
"Iya, tadi dingin, tapi sekarang sudah agak hangat, kan ada pemanasnya" celotehnya pula.
"oo begitu, baru hangatkan? Oke kalau begitu nanti kubuat kamu lebih hangat lagi, kalau perlu sampai panas" lanjutku sambil terus mengelus, meraba tubuhnya.

Dan akhirnya sampai dibukit yang cukup besar dan kiranya mulai menegang. Tanganku berhenti sebentar dibukitnya yang kenyal, kemudian mulai kuremas-remas dengan kedua tanganku dari arah belakang. Wiwik mulai melenguh kenakan.
"Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus" Wiwik terus merengek.
Kemudian dia berbalik dan tangannya juga mulai mememeluk tubuhku semakin erat. Tangannya menuntun tanganku dari bawah kaosnya menuju bukitnya dan ternyata juga tidak memakai BH. Kuremas pelan-pelan dan semakin cepat seiring dengan rengekannya. Kami berdua saling berpelukan, saling berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama. Kami semakin tidak sadar kalau berada diruang terbuka. Disekeliling kami hanya pepohonan hutan cemara dikeremangan malam, diiringi suara cengkerik, belalang serta binatang malam lainnya, dipinggir tanah lapang itu. Kami pun tidak akan tahu seandainya disekeliling lokasi itu ada yang melihat baik sengaja mengintip atau tidak sengaja melewati daerah itu.

Permainan terus berlanjut diudara terbuka itu. Wiwik pun segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari luar celanaku. Tahu bahwa "adik"ku telah bangun, Wiwik pun segera memelorotkan celanaku yang kebetulan waktu itu hanya memakai training. Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya Wiwik mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan semangat. Hal ini membuatku lupa dengan istri dirumah yang belum pernah melakukan hal yang demikian.
"Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. enak Wuk, teruuss.."
Dan crot, crot, crot.., crot, crot.., crot.., muncratlah spermaku dalam mulutnya yang mungil dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik. Aku hanya memejamkan mata keenakan.
"Enak Om?" tanyanya.
Aku hanya mengangguk, mulut rasanya sulit berkata karena hampir tak percaya kejadian yang baru saja tadi. Ini adalah hubungan seks-ku yang pertama dengan selain istri, walaupun baru sebatas oral seks. Dan ternyata menimbulkan kesan lain yang mendalam selain juga mengasyikkan.
"Aku bersihkan ya Om" dan tanpa berkata lagi Wiwik mengulum-ulum batang kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih menempel sampai bersih, sih.
"Oh, Wuk.."
Sadar berada di alam terbuka, aku segera melihat jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan angka 23. 15. Aku segera mengajak Wiwik meninggalkan tempat itu.

Ayam Goreng

Pada waktu itu aku pulang dari kampus sekitar pukul 20:00 karena ada kuliah malam. Sesampainya di tempat kost, perutku minta diisi. Aku langsung saja pergi ke warung tempat langgananku di depan rumah. Warung itu milik Ibu Sari, umurnya 30 tahun. Dia seorang janda ditinggal mati suaminya dan belum punya anak. Orangnya cantik dan bodynya bagus. Aku melihat warungnya masih buka tapi kok kelihatannya sudah sepi. Wah, jangan-jangan makanannya sudah habis, aduh bisa mati kelaparan aku nanti. Lalu aku langsung masuk ke dalam warungnya.

"Tante..?"
"Eee.. Dik Sony, mau makan ya?"
"Eee.. ayam gorengnya masih ada, Tante?"
"Aduhhh.. udah habis tuch, ini tinggal kepalanya doang."
"Waduhhh.. bisa makan nasi tok nich.." kataku memelas.
"Kalau Dik Sony mau, ayo ke rumah tante. Di rumah tante ada persediaan ayam goreng. Dik Sony mau nggak?"
"Terserah Tante aja dech.."
"Tunggu sebentar ya, biar Tante tutup dulu warungnya?"
"Mari saya bantu Tante."

Lalu setelah menutup warung itu, saya ikut dengannya pergi ke rumahnya yang tidak jauh dari warung itu. Sesampai di rumahnya..
"Dik Sony, tunggu sebentar ya. Oh ya, kalau mau nonton TV nyalakan aja.. ya jangan malu-malu. Tante mau ganti pakaian dulu.."
"Ya Tante.." jawabku.

Lalu Tante Sari masuk ke kamarnya, terus beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar dengan hanya mengenakan kaos dan celana pendek warna putih. Wow keren, bodynya yang sexy terpampang di mataku, puting susunya yang menyembul dari balik kaosnya itu, betapa besar dan menantang susunya itu. Kakinya yang panjang dan jenjang, putih dan mulus serta ditumbuhi bulu-bulu halus.

Dia menuju ke dapur, lalu aku meneruskan nonton TV-nya. Setelah beberapa saat.
"Dik.. Dik Sony.. coba kemari sebentar?"
"Ya Tante.. sebentar.." kataku sambil berlari menuju dapur.

Setelah sampai di pintu dapur.
"Ada apa Tante?" tanyaku.
"E.. Tante cuman mau tanya, Dik Sony suka bagian mana.. dada, sayap atau paha?"
"Eee.. bagian paha aja, Tante." kataku sambil memandang tubuh Tante Sari yang tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata. Tubuhnya begitu indah.
"Dik Sony suka paha ya.. eehhhmmm.." katanya sambil menggoreng ayam.
"Ya Tante, soalnya bagian paha sangat enak dan gurih." kataku.
"Aduhhh Dik.. tolong Dik.. paha Tante gatel.. aduhhh.. mungkin ada semut nakal.. aduhhh.."
Aku kaget sekaligus bingung, kuperiksa paha Tante. Tidak ada apa-apa.

"Nggak ada semutnya kok Tante.." kataku sambil memandang paha putih mulus plus bulu-bulu halus yang membuat penisku naik 10%.
"Masak sih, coba kamu gosok-gosok pakai tangan biar gatelnya hilang." pintanya.
"Baik Tante.." lalu kugosok-gosok pahanya dengan tanganku. Wow, begitu halus, selembut kain sutera dari China.
"Bagaimana Tante, sudah hilang gatelnya?"
"Lumayan Dik, aduh terima kasih ya. Dik Sony pintar dech.." katanya membuatku jadi tersanjung.
"Sama-sama Tante.." kataku.
"Oke, ayamnya sudah siap.. sekarang Dik Sony makan dulu. Sementara Tante mau mandi dulu ya." katanya.
"Baik Tante, terima kasih?" kataku sambil memakan ayam goreng yang lezat itu.

Disaat makan, terlintas di pikiranku tubuh Tante Sari yang telanjang. Oh, betapa bahagianya mandi berdua dengannya. Aku tidak bisa konsentrasi dengan makanku. Pikiran kotor itu menyergap lagi, dan tak kuasa aku menolaknya. Tante Sari tidak menyadari kalau mataku terus mengikuti langkahnya menuju kamar mandi. Ketika pintu kamar mandi telah tertutup, aku membayangkan bagaimana tangan Tante Sari mengusap lembut seluruh tubuhnya dengan sabun yang wangi, mulai dari wajahnya yang cantik, lalu pipinya yang mulus, bibirnya yang sensual, lehernya yang jenjang, susunya yang montok, perut dan pusarnya, terus vaginanya, bokongnya yang montok, pahanya yang putih dan mulus itu. Aku lalu langsung saja mengambil sebuah kursi agar bisa mengintip lewat kaca di atas pintu itu. Di situ tampak jelas sekali.

Tante Sari tampak mulai mengangkat ujung kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Tubuhnya tinggal terbalut celana pendek dan BH, itu pun tak berlangsung lama, karena segera dia melucutinya. Dia melepaskan celana pendek yang dikenakannya, dan dia tidak memakai CD. Kemudian dia melepaskan BH-nya dan meloncatlah susunya yang besar itu. Lalu, dengan diguyur air dia mengolesi seluruh tubuhnya dengan sabun LUX, lalu tangannya meremas kedua susunya dan berputar-putar di ujungnya. Kejantananku seakan turut merasakan pijitannya jadi membesar sekitar 50%. Dengan posisi berdiri sambil bersandar tembok, Tante Sari meneruskan gosokannya di daerah selangkangan, sementara matanya tertutup rapat, mulutnya menyungging.

Beberapa saat kemudian...
"Ayo, Dik Sony.. masuk saja tak perlu mengintip begitu, kan nggak baik, pintunya nggak dikunci kok!" tiba-tiba terdengar suara dari Tante Sari dari dalam. Seruan itu hampir saja membuatku pingsan dan amat sangat mengejutkan.
"Maaf yah Tante. Sony tidak sengaja lho," sambil pelan-pelan membuka pintu kamar mandi yang memang tidak terkunci. Tetapi setelah pintu terbuka, aku seperti patung menyaksikan pemandangan yang tidak pernah terbayangkan. Tante Sari tersenyum manis sekali dan..
"Ayo sini dong temani Tante mandi ya, jangan seperti patung gicu?"
"Baik Tante.." kataku sambil menutup pintu.
"Dik Sony.. burungnya bangun ya?"
"Iya Tante.. ah jadi malu saya.. abis Sony liat Tante telanjang gini mana harum lagi, jadi nafsu saya, Tante.."
"Ah nggak pa-pa kok Dik Sony, itu wajar.."
"Dik Sony pernah ngesex belum?"
"Eee.. belum Tante.."
"Jadi, Dik Sony masih perjaka ya, wow ngetop dong.."
"Akhhh.. Tante jadi malu, Sony."

Waktu itu bentuk celanaku sudah berubah 70%, agak kembung, rupanya Tante Sari juga memperhatikan.
"Dik Sony, burungnya masih bangun ya?"
Aku cuman mengangguk saja, dan diluar dugaanku tiba-tiba Tante Sari mendekat dengan tubuh telanjangnya meraba penisku.
"Wow besar juga burungmu, Dik Sony.." sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan.

"Dik Sony.. boleh dong Tante liat burungnya?" belum sempat aku menjawab, Tante Sari sudah menarik ke bawah celana pendekku, praktis tinggal CD-ku yang tertinggal plus kaos T-shirtku.
"Oh.. besar sekali dan sampe keluar gini, Dik Sony." kata Tante sambil mengocok penisku, nikmat sekali dikocok Tante Sari dengan tangannya yang halus mulus dan putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, penisku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang montok dan besar itu. "Ough.. Tante.. nikmat Tante.. ough.." desahku sambil bersandar di dinding.

Setelah itu, Tante Sari memasukkan penisku ke bibirnya, dengan buasnya dia mengeluar-masukkan penisku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot, kadang-kadang juga dia menjilat dan menyedot habis 2 telur kembarku. Aku kaget, tiba-tiba Tante Sari menghentikan kegiatannya. Dia pegangi penisku sambil berjalan ke arah bak mandi, lalu Tante Sari nungging membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku.

"Dik Sony.. berbuatlah sesukamu.. kerjain Tante ya?!"
Aku melihat pemandangan yang begitu indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu lebat. Lalu langsung saja kusosor vaginanya yang harum dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya. Kulahap dengan rakus vagina Tante Sari, aku mainkan lidahku di klitorisnya, sesekali kumasukkan lidahku ke lubang vaginanya.

"Ough Sonnn.. ough.." desah Tante Sari sambil meremas-remas susunya.
"Terus Son.. Sonnn.." aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu kumasukkan lidahku ke dalam vaginanya ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.

Kemudian Tante Sari tidur terlentang di lantai dengan kedua paha ditekuk ke atas.
"Ayo Dik Sony.. Tante udah nggak tahan.. mana burungmu Son?"
"Tante udah nggak tahan ya?" kataku sambil melihat pemandangan demikian menantang, vaginanya dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung menancapkan penisku di bibir vaginanya.
"Aoghhhh.." teriak Tante Sari.
"Kenapa Tante..?" tanyaku kaget.
"Nggak.. Nggak apa-apa kok Son.. teruskan.. teruskan.."
Aku masukkan kepala penisku di vaginanya.
"Sempit sekali Tante.. sempit sekali Tante?"
" Nggak pa-pa Son.. terus aja.. soalnya udah lama sich Tante nggak ginian.. ntar juga enak kok.."
Yah, aku paksa sedikit demi sedikit, baru setengah dari penisku amblas. Tante Sari sudah seperti cacing kepanasan menggelepar kesana kemari.

"Ough.. Son.. ouh.. Son.. enak Son.. terus Son.. oughhh.." desah Tante Sari, begitu juga aku walaupun penisku masuk ke vaginanya cuman setengah tapi kempotannya sungguh luar biasa, nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat, kali ini penisku sudah amblas dimakan vagina Tante Sari. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Sari.

Tiba-tiba Tante Sari terduduk sambil memelukku dan mencakarku.
"Oughhh Son.. ough.. luar biasa.. oughhh.. Sonnn.." katanya sambil merem melek.
"Kayaknya aku mau orgasme.. ough.." penisku tetap menancap di vagina Tante Sari.
"Dik Sony udah mau keluar ya?"
Aku menggeleng, kemudian Tante Sari terlentang kembali. Aku seperti kesetanan menggerakkan badanku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk, kucium putingnya yang coklat kemerahan. Tante Sari semakin mendesah, "Ough.. Sonnn.." tiba-tiba Tante Sari memelukku sedikit agak mencakar punggungku.

"Oughhh.. Sonnn.. aku keluar lagi..."
Vaginanya kurasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin kerasa. Aku dibuat terbang rasanya. Ah, rasanya aku sudah mau keluar. Sambil terus goyang, kutanya Tante Sari.
"Tante.. aku keluarin di mana Tante..? Di dalam boleh nggak..?"
"Terseraaahh.. Sooonnn..." desah Tante Sari.
Kupercepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh penisku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya kumuntahkan laharku dalam vagina Tante Sari, masih kugerakkan badanku dan rupanya Tante Sari orgasme kembali lalu dia gigit dadaku, "Oughhh.."

"Dik Sony.. Sonnn.. kamu memang hebat..."
Aku kembali mangenakann CD-ku serta celana pendekku. Sementara Tante Sari masih tetap telanjang, terlentang di lantai.
"Dik Sony... kalo mau beli makan malam lagi yah... jam-jam sekian aja ya.." kata Tante Sari menggodaku sambil memainkan puting dan klitorisnya yang masih nampak bengkak.
"Tante ingin Dik Sony sering makan di rumah Tante ya.." kata Tante Sari sambil tersenyum genit.
Kemudian aku pulang, aku jadi tertawa sendiri karena kejadian tadi. Ya gimana tidak ketawa cuma gara-gara "Ayam Goreng" aku bisa menikmati indahnya bercinta dengan Tante Sari. Dunia ini memang indah.